Senin, 24 September 2012

RANO KARDI

JAM PIRE TUH ?

BATU BUA IN VIDEO

EXPEDISI KHATULISTIWA MEMORY

Hanya 37 Orang yang Lolos Seleksi Ritual Adat
Menembus hutan belantara Gunung Bondang bukanlah hal mudah, terlebih tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 yang terdiri dari ratusan anggota. Dari jumlah tersebut hanya 37 orang saja yang berhasil melewati seleksi ritual adat. Seleksi ini baru yang pertama dari rangkaian ritual yang harus dilakukan untuk memasuki kawasan gunung Bondang.

 Secara geografis, keberadaan Gunung Bondang cukup unik karena menjadi satu-satunya Gunung yang menjulang tinggi bukan saja di Kabupaten Murung Raya tetapi di Provinsi Kalimantan Tengah. Puruk Batu Bondang memiliki 2 Puncak tertinggi yaitu Karewa dengan ketinggian 1410 MDPL dan Puncak Lapak Pati 1400 MDPL dengan beberapa anak puncak. Di antara beberapa puncak tersebut ada 3 puncak lainnya seperti Uwoi Pungkung, Anak Uning dan Tintai Tamiang yang terdata oleh tim dengan ketinggian di bawah 1400 MDPL. Gunung bondang sendiri adalah ikon Kabupaten Murung Raya (Mura) yang dijuluki Tana Malai Tolung Lingu, berdasarkan hasil temuan Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012, wilayah gunung ini menyimpan potensi alam yang luar biasa. Bukan saja flora dan faunanya yang masih terjaga keasliannya, potensi wisata seperti Air Terjun dan goa pun bisa dijumpai disini. Mulai dari desa kolam, desa Saruhung hingga ke Puruk Batu Bondang. Untuk air terjun terbesar diantaranya yaitu air terjun Ongkong Kongkai dan Gua Mahaju. "Semua kekayaan alam yang dimiliki Mura ini bisa menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan. Informasinya ada spesies-spesies yang diduga baru dan akan ditindaklanjuti oleh tim ekspedisi," kata Wakil Bupati Mura Nuryakin, kepada Kalteng Pos. Sementara itu salah seorang staf Humas Pemkab Mura yang ikut dalam tim ekspedisi wilayah Mura menyebuy, sebagian besar anggota tim ekspedisi kali ini adalah TNI dari sub korwil 04 Murung Raya, namun ada pula anggota tim dari masyarakat sipil. Tujuan dari ekspedisi ini untuk meneliti dan mendata potensi yang ada di kawasan gunung Bondang. "Sebelum memulai ekspedisi, dilakukan lebih dulu rangkaian ritual adat," terang Joko. Usai seleksi ritual adat yang disebut masyarakat setempat dengan Basi di km 45 yang menjadi base camp ekspedisi. Ritual berlanjut dengan potong pantan saat tim ekspedisi mencapai desa Sahurung di kaki Gunung Bondang. Masih dalm rangkaian ritual tahap pertama, para penjelajah diberi gelang adat berbahan baku dari rajutan kulit kayu khusus. Persiapan pra pendakian berakhir dengan menaburkan beras kuning dan putih kepada para pendaki. Joko menyebut, saat berada di kawasan kaki pegunungan tim kembali melaksanakan ritual tahap kedua di bawah kaki Puruk Batu Bondang sebutan dalam bahasa Dayak Siang untuk Gunung Bondang. Mereka menyembelih dua ekor ayam berbulu putih dan merah sebagai sesajian untuk memohon izin kepada makhluk penunggu gunung sekaligus hadiah selayaknya orang bertamu. Ritual ini dilakukan oleh Pak Tonok seorang kuncen (Pemandu) tokoh adat dari desa Saruhung. Hari pertama tim ekspedisi harus bermalam dikaki gunung Bondang, hal ini dilakukan agar kuncen memiliki waktu berdialog dengan kepada penunggu gunung. Tujuannya untuk menjelaskan maksud keberadaan tim yang akan melakukan ekspedisi, supaya makhluk gaib di Puruk Batu Bondang tidak salah paham. Maka dengan ini berakhirlah hari pertama penjelajahan tim ekspedisi Khatulistiwa 2012.

Bertemu Kakek Bertapa Terbalik dan Tolung Lingu, Tanaman 
Menurut mitos yang beredar di warga desa seputar Gunung Bondang, selama berada di Kawasan Puruk Batu Bondang ada beberapa pantangan. Seperti berkata jorok, berteriak, tertawa keras, buang hajat sembarangan, serta mengambil sesuatu tanpa permisi. Dampak negatif yang bisa terjadi seperti kesurupan atau sakit tanpa sebab atau berubahnya cuaca menjadi ekstrim secara mendadak. **** Selain hal negatif ada pula hal positif yang terjadi apabila para penunggu Puruk Batu Bondang senang akan kehadiran orang yang berkunjung. Biasanya disebut warga dengan "ketuahan" atau keberuntungan dengan menemukan benda-benda aneh atau hewan dan tanaman dengan nilai ekonomis atau magis tinggi. Lamanya waktu pendakian yang dikomandoi oleh Letnan Satu Infanteri Petrus Suryo Prabowo ini mencapai 4 jam perjalanan dan panjangnya ritual dan kurangnya logistik yang dibawa ke puncak Karewa mengharuskan tim turun kembali kaki gunung.
 
 Keesokan harinya pada pendakian yang kedua cuaca di Puruk Batu Bondang kurang bersahabat, tim yang ada jumlahnya berkurang beberapa orang, karena tak melanjutkan mendaki. "Tumbuhan yang dianggap sakral oleh warga setempat dan menjadi semboyan Murung Raya yaitu Tana Malai Tolung Lingu ternyata bukan sekedar cerita saja. Saat tim mendaki dijumpai Tolung Lingu (sejenis bambu) memang tumbuh di puncak Lapak Pati. Walaupun, untuk Tolung Lingu tidak memungkinkan untuk dijadikan sampel tetapi tim sempat mengabadikannya dengan kamera foto," jelas Joko Santoso, staf Humas Pemkab Mura yang ikut dalam ekspedisi. Ia menambahkan, salah seorang anggota tim melihat penampakan makhluk astral Puruk Batu Bondang, berupa sosok pertapa tua yang bermeditasi dengan posisi terbalik dengan kepala di bawah dan kaki di atas, berusia sekitar 80 tahun. Rambut dan jenggot panjang memutih dan kuku panjang, kakek ini berada di pohon yang sudah mati berdempetan dengan batu yang ditutupi tebalnya akar beringin tak jauh dari puncak Karewa. Temuan supranatural ini sayangnya tidak bisa diabadikan dengan kamera video maupun kamera foto walaupun sudah berulang kali dicoba, tetapi tetap saja tidak bisa diabadikan. Anehnya apa bila diamati secara kasat mata bisa tampak jelas telihat. Bila pada pendakian pertama suhu di puncak berkisar 13 derajat Celcius sampai 15 derajat Celcius, di hari kedua berubah menjadi 7 derajat Celcius hingga 11 derajat Celcius. Kondisi yang kurang menguntungkan memaksa tim bermalam di Puncak Karewa dan di hari yang ketiga melanjutkan pendakian menuju puncak kedua yang di sebut Lapak Pati. Puncak kedua berhasil dicapai walau dengan cuaca yang masih tidak bersahabat dan tertutup kabut tebal pada bagian puncak. Tim mendaki dengan tubuh basah kuyup. Penaklukan puncak Lapak Pati ditandai dengan berkibarnya Bendera Merah Putih di Puncak Lapak Pati di ketinggian 1400 MDPL.

Ada Udang Hidup di Lumut, Anggrek Tiga Warna, Jamur Merah Putih
Mengabadikan petualangan Tim Ekspedisi Khatulistiwa melalui rekaman kamera dan lensa menjadi bagian penting dalam penjelajahan ini. Sebab banyak kekayaan alam baik flora dan fauna yang bisa dikatakan unik dan langka. **** Selama melakukan pendakian menuju menuju puncak Gunung Bondang, banyak flora fauna yang unik di temukan tim. Diantara temuan yang terbilang langka tersebut adalah sejenis udang. Letak keunikan udang ini adalah dari media hidupnya. Jika udang biasa kerap ditemui di perairan, maka udang Gunung Bondang mampu hidup di sela-sela rimbunnya lumut basah yang tumbuh endemik di Puncak Lapak Pati (puncak kedua di Gunung Bondang).
Hewan lain yang cukup unik yang dijumpai tim di kawasan Gunung Bondang adalah Kura-kura yang mampu hidup di tengah gunung jauh dari sumber air dengan kondisi cangkang yang ditumbuhi lumut. Selain itu tim juga menemukan jenis anggrek dengan kuntum bunga yang memiliki 3 corak warna atau dikenal dengan three color dari genus yang belum diketahui. Fauna lainnya yang berhasil ditemukan serta belum diteliti jenisnya yaitu jamur yang tumbuh di antara tebalnya lumut dengan corak warna yang kontras merah dan putih. "Flora dan fauna yang ditemukan tim di Gunung Bondang akan dilaporkan tim ekspedisi dan selanjutnya diserahkan ke para peneliti untuk ditindaklanjuti. Kita berharap melalui penelitian itu kekayaan alam yang ada bisa dijaga dan dilestarikan," ucap Wakil Bupati Mura Nuryakin, kepada Kalteng Pos beberapa waktu lalu menyikapi keunikan temuan flora dan fauna di Gunung Bondang. Sementara itu, staf Humas Pemkab Mura Joko Santosa menyebut selama berada di kawasan Gunung Bondang merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Keakraban pun terjalin di antara sipil dan militer. "Banyak pengalaman yang bisa di pelajari khususnya warga sipil yang ikut dalam penjelajahan dan penelitian Gunung Bondang. Seperti cara berkemah dengan nyaman dan menggunakan peralatan ala militer dalam bertahan hidup dalam hutan," terang Joko. Sekembalinya tim ke desa tempat awal mereka berangkat langsung di sambut dengan upacara adat Pembersihan dengan pemberian gelang seperti di awal penyambuatan. Dilanjutkan pembentangan kain di atas kepala seluruh tim ekspedisi dan beberapa orang memecahkan piring putih sebagai tanda pelepasan pengaruh negatif dari makhluk gaib gunung Bondang. Ritual ke empat yang juga adalah ritual adat terakhir setelah melakukan penjelajahan ditutup dengan pesta kecil dengan makan dan minum bersama. (Sumber Kalteng Pos)

SEJARAH MURUNG RAYA

Sejarah

Sejarah Kabupaten Murung Raya

Dibangunnya District Barito Hulu oleh Pemerintah Kolonial Belanda atau sekarang yang kita kenal dengan nama " Kompi Senapan C 631/Antang" di Puruk Cahu yaitu dibangun ± pada tahun 1939 atau 1940 dan dipergunakan oleh serdadu Belanda sebagai basis pertahanan untuk menangkal setiap serangan musuh baik dari orang-orang indonesia atau orang pribumi maupun terhadap serangan dari bangsa asing.

Photo Benteng Puruk Cahu Tahun 1964Photo Benteng Puruk Cahu Tahun 1964
Keadaan ini mengambarkan bahwa kendatipun secara defacto merupakan penghujung kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda, namun kenyataanya pada daerah-daerah pedalaman Pulau Kalimantan termasuk diantaranya wilayah Districk Barito Hulu dan sekitarnya bahwa pemerintah Kolonial Hindia Belanda masih ingin menguasai dan mempertahankan daerah jajahannya.

Distric Barito Hulu oleh Kolonial Hindia belanda dibagi menjadi 4 (empat) wilayah administratif yang disebut "Onder District" yaitu sebagai berikut :

1. Onderdistrict Murung dengan ibukota Puruk Cahu ;
2. Onderdistrict Laung dan Tuhup dengan Ibukota Muara Laung ;
3. Onderdistrict Siangland dengan ibukota Saripoi ;
4. Onderdistrict Barito Brongeheid dengan Ibukota Muara Joloi I

Photo Benteng Puruk Cahu Tahun 1964Photo Benteng Puruk Cahu Tahun 1964
II. MASA PENDUDUKAN JEPANG

Pada masa pendudukan Jepang keadaan wilayah administratif untuk District Barito Hulu tidak terlalu banyak mengalami perubahan termasuk dalam penyelenggaraan tugas dibidang pemerintahan, kecuali peristilahan dan nama jabatan atau sejenisnya yang mengunakan bahasa jepang, antara lain untuk nama jabatan Wedana disebut " Guncho" dan untuk jabatan Asisten Wedana disebut " Fuku Guncho" hal ini karena pemerintahan jepang hanya berkuasa selama + 3,5 ( tiga setegnah tahun), namun kurun waktu tersebut cukup membuat Bangsa Indonesia dan khususnya masyarakat puruk cahu menderita baik fisik dan fisikis. 
III. MASA PEMERINTAHAN NICA

Jika pada masa sebelumnya Perang Dunia II District Barito Hulu dipimpin oleh Controluer seorang pejabat dari kalangan militer yang merangkap sebagai komandan kompi yang berkembangsaan Belanda, dalam arti bahwa militer yang berkuasa saat itu, sedangkan pada masa pemerintahan NICA yang konon katanya telah dibonceng oleh belanda, dimana jabatan tersebut dipegang oleh seorang sipil berkebangsaan belanda dengan sebutan "Het Hoof van Plaartslijk Besteur", setelah jabatan tersebut diganti dalam arti diserahkan dari Pemerintah Kolonial Belanda kepada Bangsa Indonesia, maka jabatan tersebut dirubah kedalam bahasa indonesia yaitu "Kepala Pemerintahan Negeri" atau dengan sebutan lain adalah "Kiai Kepala".

IV. MASA KEMERDEKAAN

Melalui perkembangan yang terungkap dalam catatan sejarah dan setelah penyerahan kedaulatan dari bangsa asing dan khususnya Pemerintah Hindia Belanda, Jepang dan NICA kepada pemerintah Republik Indonesia yang puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 telah terjadi beberapa kali pergantian dan penggunaan istilah dalam sistem pemerintahan dan khusunya mengenai pemerintahan daerah antara lain :

1. Kewedanaan.

Setelah penyerahan kadaulatan dari kaum penjajah kepada Pemerintah RI, maka istilah dalam pemerintahan daerah yang bersifat administratif yang menjadi bagian dari wilayah kerja district, dirubah dan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah dengan istilah kewedanaan, perubahan ini juga terjadi pada Distict Barito Hulu di Puruk Cahu diganti dengan istilah Kewedanaan Barito Hulu. Perubahan status Distict Barito Hulu menjadi kewedanaan barito hulu telah dituangkan dalam surat keputusan gubernur kepala daerah tingkat I Kalimantan Tengah nomor : 10/Pem.594 tanggal 22 Nopember 1963 dan disamping itu Wadena barito Hulu diserahi tugas menjadi Deputy Kepala Daerah Tingkat II barito Utara dan berkedudukan di Puruk Cahu yang dipimpin secara berurutan oleh para wedana, sebagai berikut :

1. Mutafa Idehan ;
2. Donis Samad ;
3. W. Coenraad ;
4. Sjahrani Wahab ;
5. Tundjung Silam ;

2. Kabupaten Administratif Murung Raya

Selanjutnya perubahan status kewedanaan barito hulu menjadi kabupaten administratif dan selanjutnya mengalami beberapa kali perubahan, namun perubahan tersebut tidak berarti meningkatkan status daerah ini, tetapi hanya bersifat pergantian nama saja, berdasarkan :

1. Surat Keputusan Gubernur kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah Nomor : 3/Pem.112-C-2-3 tanggal 1 Maret 1964 tentang pembentukan Darah Persiapan Tingkat II Administratif Barito Hulu .
2. Surat Keputusan Gubernur kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah Nomor : 17/Pem.112-C-2-4 tanggal 10 Oktober 1964 tentang perubahan status Daerah persiapan Tingkat II Administratif Barito Hulu menjadi Kantor Pembantu Daerah Tingkat II Murung Raya.
3. Surat Keputusan Gubernur kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah Nomor : 6/Pem.290-C-2-4 tanggal 24 April 1965 tentang perubahan Status Kantor Persiapan Pembentuk Daerah Tingkat II menjadi Kabupaten Administratif Murung Raya, yaitu terhitung pada tanggal 1 mei 1965 .

Dalam kurun waktu Murung Raya berstatus sebagai Kabupaten Administratif, maka kepala kantor kabupaten administratif secara berurutan dijabat oleh :

1. Tundjung Silam ;
2. J.H Tundan ;
3. Drs. E. Hosang ;
4. Drs. E.D Patianom ;
5. A. Elbaar.

3. Pembantu Bupati Barito Utara wilayah Murung Raya.

Perubahan status kabupaten adminsitratif Murung Raya menjadi Pembantu Bupati Barito Utara wilayah Murung Raya dan perubahan (penghapusan) pembantu Bupati Barito Utara wilayah Murung Raya, adalah berdasrkan :
1. Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di daerah ;
2. Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan tengah Nomor : 146/PKTS/1979 tanggal 26 Juni 1979 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 64 Tahun 1979 tentang Perubahan Status Kabupaten Administratif Murung Raya menjadi Pembantu Bupati Barito Utara wilayah Murung Raya, dan
3. Undang-undang Nomor : 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dengan dikeluarkannya undang-undang ini maka dihapuslah insitusi yang merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan diantaranya adalah pembantu Buaptu Barito Utara wilayah Murung Raya

Wilayah kerja Pembantu Bupati Barito Utara wilayah Murung Raya meliputi 5 (lima) wilayah Kecamatan yaitu sebagai berikut :
1. Kecamatan Murung Ibukotanya Puruk Cahu ;
2. Kecamatan Tanah Siang Ibukotanya Saripoi ;
3. Kecamatan Laung Tuhup Ibukotanya Muara Laung ;
4. Kecamatan Permata Intan ibukotanya Tumbang Lahung ;
5. Kecamatan Sumber Barito Ibukotnya Tumbang Kunyi..

Dalam kurun waktu Murung Raya berstatus sebagai Pembantu Bupati Barito wilayah Murung Raya, maka yang menjabat sebagai Pembantu Bupatinya berturut-turut, sebagai berikut :

1. M. Yusran Gambeng ;
2. W. Ng. Mangkin ;
3. Alexander Waning, BA ;
4. Tahat Djinu, BA
5. Drs. H. Holdy Butjun ;
6. H. Masiuni Akhmad, BA ;
7. Drs. Duan T Silam.

V. PERJUANGAN MASYARAKAT UNTUK MENINGKATKAN STATUS MURUNG RAYA MENJADI SEBUAH KABUPATEN DEFENITIF
Keinginan masyarkat Murung Raya untuk meningkatkan status wilayah Murung Raya untuk menajdi sebuah kabupaten sudah dilakukan sejak perubahan status dari district barito hulu menjadi Kewedanaan Barito hulu, dimana warga masyarakat mengharapakan perubahan status tersebut merupakan upaya untuk peningkatan status Murung Raya, namun kenyataanya berkata lain. Sehingga apa yang menjadi harapan pada waktu itu masih belum membuahkan hasil.

Begita pula dengan perubahan stauts District Barito Hulu menjadi kewedanaan barito hulu. Sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingakt I Kalimantan Tengah Nomor : 10 /Pem. 594 tanggal 22 Nopember 1963, warga masyarakat Murung Raya mengharapakan perubahan tersebut menjadi peningkatan status Murung Raya, tetapi ternyata hanya merupakan pergantian saja yang tidak mempunyai kewenangan setingkat Kabupaten.

Selanjutnya pada perubahan status kewedanaan barito hulu menjadi daerah persiapan Tingakt II Administratif Barito Hulu, berdasarkan SK. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah No. 3/Pem.190-C-2-3 tanggal 1 maret 1964 dan perubahan status Daerah Persiapan Tingakt II Barito Hulu menjadi kantor Pembentuk Daerah Tingkat II Murung Raya sesuai dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan tengah No. 17/Pem.1124-C-2-3 tanggal 10 Oktober 1964 serta perubahan status Kantor Persiapan Pembentuk Daerah Tingakt II Murugn Raya menajdi Kabuapten Administratif Murung Raya berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah Nomor 6 /Pem.290-C-2-4 tanggal 24 April 1965

Perubahan Status Kabupaten Administratif Murung Raya menjadi Pembantu Bupati Barito Utara wilayah Murung Raya berdasarkan Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Di daerah dan SK Gubernur Kepala Daerah Tingakt I kalimantan tengah Nomor 146/PKTS/1979 tanggal 26 Juni 1979 juga tidak berarti status Murung Raya Meningkat, tetapi hanya bersifat perubahan atau pergantian saja dan bahkan keadaan yang paling menyedihkan pada awal berlakunya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana Pembantu Bupati dan termasuknya wilayah Pembantu Bupati Barito Utara untuk Wilayah Murung Raya telah dihapuskan dan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan ditangani oleh Kecamatan Murung termasuk personil pegawainya.

Oleh karena itu dan merasa bahwa Murung Raya berdasarkan hasil penilaian para tokoh Masyarakat Murung Raya dari segi luas wilayah, potensi SDA dan SDM Puruk Cahu dianggap cukup mampu manakala ditingkatkan statusnya menajdi sebuah kabupaten defenitif, maka pada tanggal 16 Oktober 1999 atas prakarsa dan pemikiran para tokoh dan anggota masyarakat Murugn Raya di Puruk Cahu melakukan rapat untuk membentuk panitia atau tim yang dinamakan "Komite Pembentukan Kabupaten Murung Raya" dan telah berhasil pula menyusun komposisi pengurus, sebagai berikut :

Pelindung / Panasehat :

1. Bupati Barito Utara  (Ir. Badaruddin)
2. Pembantu Bupati Barito Utara Wilayah Murung Raya (Drs, Duan T Silam)
3. Camat se Wilayah Murung Raya

Dewan Pembina / Pendiri ;
1. Letjen (TNI) Purn Z.A Maulani
2. DR(Hc) H. Sulaiman HB
3. W. A Gara
4. Suprianto
5. Barsihan
6. H. Marjuan
7. H. A Bachtiar
8. Tunjung Silam
9. Ir. Godlin
10. Masdar M
11. Odong
12. Handerlen
13. Yohanson S
14. Enoes
15. H. Syarkani K
16. Tarmizi Adidy
17. Edison S Hamad
18. H. Fardinand
19. H Suryadi
20. Irwansyah
21. Anggota DPRD Asal Murung Raya
22. Komponen Masyarakat Murung Raya

Komite pembentukan Kabupaten Murung Raya di Puruk Cahu ini memiliki jaringan dan anggota yang tersebar di berbagai kota disamping Murung Raya dan sekitarnya antara lain di jakarta, di Palangkaraya Banjarmasin dan Muara Teweh.

Perjuangan komite dan masyarakat Murung Raya ini mendapat sambutan positif dari bebragai kalangan dalam masyarakat, kabupaten Barito Utara sebagai kabupaten Induk, Provinsi Kalimantan tengah dan Pemerintah Pusat, sehingga pada tanggal 2 Juli 2002 Murugn Raya diresmikan menjadi Kabupaten Defenitif sesuai Undang-undang No. 05 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten murugn Raya dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah dan berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negri No. 131.42-188 Tahun 2002 tanggal 16 Mei 2002 tetang diangkatnya dan dilantiknya Drs. H Romansyah Bagan sebagai Pejabat Bupati Murung Raya pada tanggal 8 Juli 2002 dengan tugas antara lain adalah mempersiapakn lembaga legislatif dan membentuk Dinas, Badan dan Kantor Pemerintah di Puruk Cahu.

Setelah terbentuknya anggota Legislatif Kabupaten Murung Raya maka anggota dewan pada tanggal 18 Juni 2003 menyelenggarakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Murugn Raya serta terpilihnya Ir Willy M Yoseph dan Drs. Abdul Thalib sebagai Bupati dan Wakil Bupati Murung Raya untuk Periode 2003 - 2008 yang pelantikannya pada tanggal 21 Juli 2003 oleh Gubernur Propinsi Kalimantan Tengah di Palangkaraya bersamaan dengan dilantiknya 7 (tujuh) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pemekaran lainnya.

Arti Logo

Lambang Daerah terdiri dari :

Tulisan MURUNG RAYA menyatakan nama Daerah dan Wilayah sebagai Daerah Otonom;

BINTANG bersudut LIMA, melambangkan Ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana sila pertama dari Pancasila yang dalam membangun Daerah dan Masyarakat selalu diikuti Iman dan Taqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran dari agama yang dianut masing-masing;

GUNUNG dan PUNCAK; melambangkan cita-cita yang tinggi setinggi gunung dalam membangun sumber daya yang ada baik sumber daya manusia yang berkualitas dan berbudi luhur maupun sumberdaya alam yang ada, yang kedua sumber daya ini saling bersinergis dan lestari agar terjaga lingkungan yang bersih dan mampu bersaing diera globalisasi ini;

HUTAN: melambangkan potensi alam yang harus dipelihara dan dijaga kelestariannya guna menjaga keseimbangan ekosistem alam dan sebagai sumber kehidupan;

SUNGAI: melambangkan aliran kehidupan yang senantiasa mengalir menuju masyarakat yang adil dan makmur dan madani;

PADI dan KAPAS : melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan daerah dan seluruh masyarakat yang selalu bekerjasama dalam mewujudkan masyarakat secara adil dan merata yang dilambangkan :

Padi dengan jumlah 45 butir melambangkan Proklamasi Kemerdekaan RI;

Kapas dengan 17 biji merupakan tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI pada Bulan Agustus 1945;

Tangkai Padi dan Kapas disimpulkan oleh 2 simpul ikatan yang melambangkan tanggal peresmian Kabupaten Murung Raya tanggal 2 Juli 2002;

Daun Padi 4 helai dan daun kapas 3 helai menunjukan bulan pembentukan Daerah Kabupaten Murung Raya Juli 2002;

PERISAI :melambangkan kekuatan dan keteguhan dimana seluruh komponen masyarakat siap menghadapi berbagai bentuk rintangan dan teguh dalam memperjuangkan kejayaan dan kemakmuran Kabupaten Murung Raya;

MANDAU : adalah senjata khas etnik dayak, dimana masyarakat senantiasa selalu siap dan berani dan waspada menghadapi bentuk ancaman dan gangguan yang ingain merusak persatuan dan kesatuan bangsa ;

SUMPITAN : adalah salah satu senjata etnik dayak, yang umumnya digunakan sebagai alat berburu, dengan menggunakan peluru (damek) dengan jarak capai cukup jauh melalui tiupan yang kuat dan lobang yang lurus dan tidak untuk membunuh sesama manusia : melambangkan kejujuran, ketulusan hati serta perdamaian berdasarkan pemikiran yang jauh dan tepat ;

RUMAH BETANG : adalah tempat tinggal / rumah suku dayak dimana didalamnya dihuni oleh beberapa keluarga, melambangkan budaya betang adalah perekat Persatuan dan Kesatuan dengan tidak memandang suku dan agama, dapat rukun satu sama lainnya dengan tidak lupa menghormati “Pemilik Betang” ( selalu menjunjung tinggi nilai adat dan budaya masyarakat setempat “ dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung “ ;

BELANGGA : Melambangkan barang pusaka yang nilainya tinggi, yang melambangkan potensi kekayaan alam Kabupaten Murung Raya dan status sosial yang bermartabat ;

GONG : Melambangkan Persatuan Budaya Daerah :

Slogan dalam Bahasa Dayak yang bertulis “ TIRA TANGKA BALANG “ meruupakan rangkaian kata filosofi bahasa Kandan Siang, Murung Ot Danum yang dalam bahasa harfiah artinya kalau sudah membuat tangga untuk menebang sebatang pohon yang sangat besar maka pohon tersebut harus tuntas sampai tumbang. Sehingga Slogan Daerah Murung Raya mengandung makna “Kalau sudah bekerja jangan setengah hati, harus selesai tuntas mencapai tujuan“;